Bakpao
sendiri berarti harfiah adalah baozi yang berisi daging. Baozi sendiri
dapat diisi dengan bahan lainnya seperti daging ayam, sayur-sayuran,
serikaya manis, selai kacang kedelai, kacang azuki, kacang hijau,dan
sebagainya, sesuai selera. Bakpao yang berisi daging ayam dinamakan
kehpao.
Kulit
bakpao dibuat dari adonan tepung terigu yang setelah diberikan isian,
lalu dikukus sampai mengembang dan matang. Pao itu berati “bungkusan”,
Bakpao berarti “Bungkusan-bak” , bak itu artinya daging.
Untuk membedakan bakpao tanpa daging (vegetarian) dari bakpao berdaging biasanya di atas bakpao diberi titikan warna.
Sejarah Bakpao sendiri berasal dari salah satu bagian kecil dari roman terbaik sepanjang masa, Sānguó Yǎnyì. Zhuge
Liang (181 - 234) adalah salah satu ahli strategis terbaik China, juga
sebagai perdana menteri, insinyur, ilmuwan, dan penemu legendaris
bakpao.
Cerita
ini berawal pada zaman tiga negara (sam kok) ketika terjadi
pemberontakan besar-besaran di daerah selatan Tiongkok, perdana menteri
Tiongkok saat itu, Zhuge Liang meminta izin kepada kaisarnya, Liu Chan
untuk menumpas pemberontakan di selatan itu, terkenal dengan sebutan
‘The Southern Campaign’ - Suku selatan itu disebut juga ‘Nanman’ atau
‘orang barbar dari selatan’. Raja di daerah selatan yang memberontak itu
bernama Meng Huo.
Tak lama setelah Liang sampai di daerah selatan itu, Liang sudah mengalahkan Meng Huo 7 kali dan membebaskan 7 kali juga, dimana pada saat pembebasan
ketujuhnya Meng Huo akhirnya menyerah dan berjanji tidak akan
memberontak lagi kepada Shu Guo (saat itu belum ada sebutan Zhong Guo
karena Tiongkok masih terpecah menjadi tiga negara: Shu, Wu, Wei).
Setiap
kali membebaskan Meng Huo, Zhuge Liang selalu ditentang oleh
jenderal-jenderalnya: “ Kenapa dia dibebaskan ? Bagaimana jika dia
memberontak lagi? ”, Liang dengan tenang menjawab: “ Aku dengan mudah
dapat menangkapnya kembali semudah mengeluarkan tanganku dari saku. Kini
aku sedang mengalahkan hatinya ”
Zhuge
Liang tahu jika Meng Huo ditangkap dan dibunuh, akan ada pengganti Meng
Huo lainnya dan memberontak ke Shu, karena itu dia pikir lebih baik
membuat pemimpin daerah selatan yang berpengaruh ini berpihak kepadanya
dan Meng Huo bisa memimpin daerah selatan untuk setia kepada Shu.
Pada
peperangan yang terakhir, yang ketujuh kalinya, Zhuge Liang membuat
Meng Huo masuk ke lembah yang dikelilingi pegunungan. Dilembah itu Liang
menaruh kereta pengangkut makanan. Ketika melihat kereta itu, Meng Huo
langsung tertarik dan memimpin pasukannya masuk ke lembah itu.
Setelah
pasukan Meng Huo mendekati kereta pengangkut makanan itu, ternyata
kereta itu tidak berisi makanan melainkan bubuk mesiu! Langsung saja
pasukan Shu yang sudah menunggu di kaki gunung memanah kereta-kereta
yang penuh bubuk mesiu itu dengan panah api. Terjadi ledakan
besar-besaran di lembah itu, dan dalam sekejap lembah itu menjadi lautan
api yang menewaskan hampir semua pasukan Meng Huo.
Kemenangan
ini tidak membuat Liang senang, ia hanya agak menyesali: “Jasaku sangat
besar kepada negara, namun dosaku juga sangat besar kepada
Langit(Tian/Tuhan); semoga Langit berkenan mengampuniku karena aku hanya
menjalankan kewajiban menjaga keamanan negara.” Setelah kejadian ini,
Meng Huo kembali ditangkap pasukan Liang.
Ketika
Liang menemui Meng Huo, ia langsung melepaskan ikatan tali Meng Huo dan
berkata: “ Silahkan anda pergi lagi dan mempersiapkan pasukan baru anda
untuk bertarung kembali ”. Mendengar itu Meng Huo terharu dan berkata: “
Tujuh kali tertangkap, tujuh kali juga dibebaskan! Kejadian seperti ini
seharusnya tidak pernah dan tidak akan terjadi!! Meskipun aku tidak
punya adat istiadat, aku masih punya upacara keagamaan yang masih
menjunjung etika. Tidak, aku tidak sehina itu! ” Setelah kejadian ini,
suku selatan tidak pernah memberontak lagi kepada Shu.
Ketika
dalam perjalanan akan kembali ke Cheng Du (ibu kota Shu), Zhuge Liang
harus melewati sungai besar. Di sungai itu Liang tertahan karena selalu
saja ada gelombang besar dan badai ketika pasukan Shu akan menyeberang.
Zhuge Liang kemudian meminta pendapat Meng Huo yang ikut mengantar Liang
dan Meng Huo berkata: “Sejak zaman nenek moyang kami, orang yang ingin
melewati sungai itu harus melemparkan 50 kepala manusia untuk
persembahan kepada roh sungai ”
Karena
Liang tidak mau membuat pertumpahan darah lagi, ia membuat kue yang
menyerupai kepala manusia: bulat namun rata didasarnya, dan kue ini
disebut bakpao (baozi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar