Penulis : Rip Tocakary
Qubing
seorang penguasa dari negeri Song mencari sekerat batu giok yang sangat
mahal dan memberikannya pada Zihan seorang menteri dari negeri Qi.
Berkata Qubing : "Tuan Menteri, batu giok ini sangat cantik dan amat
berharga, sudilah kiranya tuan menteri menerimanya sekedar
kenang-kenangan dari saya". Zihan tentulah maklum pemberian dari Qubing
bukannya tanpa maksud.
Sahut
Zihan : "Tuan Qubing saya sangat mengagumi keindahan batu giok ini.
Anda menyatakan batu giok ini adalah benda yang sangat anda hargai.
Tetapi pada diri saya yang paling saya hargai adalah sikap untuk tidak
dapat disuap. Jika batu giok ini saya terima maka kita berdua akan
kehilangan sesuatu yang kita masing-masing anggap paling berharga. Oleh
karena itu sebaliknya batu giok ini anda bawa pulang saja".
Dalam
alam Orde Reformasi seperti yang kita sedang jalani sekarang ini
tindakan Zihan untuk menolak pemberian Qubing terasa tidak normal,
sedangkan tindakan Qubing justru merupakan tindakan yang lumrah.
Lagipula Qubing sudah beriktiar untuk mencari batu giok terbaik ke
segala negeri, mengapa gerangan Zihan tidak menghargai suatu kebaikan?
Bahwa Qubing ingin berkawan dengan Menteri Zihan, apa sih salahnya?
Nabi
Kongzi dan Mengzi banyak sekali mengisahkan peristiwa beri dan terima.
Ada pemberian dari raja kepada menteri, ada dari rakyat kepada pembesar
negeri. bahkan ada pula pemberian dari Raja dan atau Pembesar Negeri
kepada Nabi Kongzi atau Mengzi atau pun kepada murid-murid mereka. Ada
yang disarankan untuk diterima ada pula yang dianjurkan untuk ditolak
saja. Jadi rupanya hal memberi dan menerima ini tidak selalu sederhana
dan ada patokannya. Soal ini ada kaitannya dengan itikad dan pola
hubungan sosial si pemberi dan penerima.
Bila
kita kaji lebih teliti, maka terjadi pada kasus Qubing vs Zihan ada
kemungkinan bukan pola hubungan beri dan terima yang sebenarnya. Mengapa
Qubing memberikan batu giok tersebut kepada Zihan yang jelas bukan
kerabat atau saudara dekatnya? Kan lebih baik batu giok tersebut
diberikan kepada orang yang disayanginya. Ada dugaan bahwa tindakan
Qubing ini dimaksudkan agar kepadanya diberikan suatu akses atas sesuatu
yang dimiliki Qubing. Tetapi belum tentu sesuatu itu berupa keuntungan
material secara langsung.
Dibelahan
dunia manapun, banyak pihak yang girang jika dapat dekat dengan para
VIP atau selebritis. Tetapi yang lazim diharapkan adalah konsesi yang
memberikan keuntungan finansial. Seringkali akses yang diberikan kepada
seseorang dimaksudkan untuk menutup jalan bagi pihak lain. Jika demikian
maka yang terjadi pada kasus diatas adalah suatu transaksi dagang.
Qubing bermaksud membeli sebagian kewenangan yang dimiliki Zihan.
Rupanya bagi Qubing ini merupakan suatu good bargain sedang bagi Zihan
itu bukanlah suatu good trade, sehingga transaksi itu tidak berlangsung.
Memberi Karena Dipalak
Cukup
banyak yang mempunyai pengalaman pahit ditokok tukang palak. Entah itu
dipungut seratus rupiah untuk kerja memutar mobil padahal kita dapat
memutar sendiri atau dipungli di jalan raya karena kesalahan yang tidak
jelas. Hampir disetiap pojok di negeri ini ditongkrongi tukang palak
dari mulai membuat KTP sampai membuat IMB. Rasanya hanya di negeri yang
rakyatnya konon sangat religius ini ada istilah sumbangan sukarela yang
diwajibkan. Mengapa mau memberi? Alasannya sederhana, daripada dibuat
lebih susah ya sudahlah bayar dan dengan hati berat diikhlaskan saja.
Aneh memberi dengan terpaksa disebut kok ikhlas
Apakah
memberi demikian ada faedahnya? Tentu saja ada tetapi nilainya lebih
buruk daripada transaksi si Qubing. Orang yang dipalak tidak mempunyai
posisi tawar menawar yang jelas karena berada dalam keadaan terpojok.
Sedangkan si Qubing bertindak atas inisiatifnya sendiri dan tidak dalam
keadaan tertekan. Oleh karena itu pahala memberi karena terpalak
kadarnya sangat rendah baik bagi si pemberi maupun si penerima.
Investasi
Anda
tentu pernah mendengar seseorang berusaha menyegarkan ingatan orang
yang pernah ditolongnya? Bahkan diucapkan kepada anak-anak dari orang
yang pernah dibantunya. Ini banyak terjadi pada lingkungan keluarga atau
kerabat dekat. Ucapan seperti ini mungkin anda pernah dengar. “Dulu
bapakmu itu pernah dibantu bapakku, kalau saja bapakmu itu tidak
dimodali bapakku kamu sekeluarga sudah pasti hidup sengsara. Mana
mungkin kau ini menjadi produsen martabak seperti sekarang ini.”
Ucapan
semacam itu sungguh tidak enak di dengar. Bagaimana memutarkan kembali
budi baik seseorang yang sudah terlanjur tertelan? Si penerima hanya
bisa menyesali nasibnya mengapa dulu ia sampai terpaksa harus meminta
bantuan orang itu. Mengapa pula ia begitu lemah sehingga dulu mau begitu
saja menerima uluran dari orang yang sekarang mengecamnya. Untuk
memahami hal semacam ini kita harus memiliki perpektif yang tepat. Si
pemberi rupanya tidak memberikan suatu hibah tetapi melakukan suatu
investasi. Maksudnya si pemberi menganggap pernah menanam saham sehingga
merasa berhak turut menikmati buah dari kerja investasinya. Jadi memang
ada faedahnya, tetapi sayang sekali cacat karena motifnya bukan surgawi
tetapi duniawi. Seyogyanya si pemberi tetap memelihara rasa hormat
kepada orang yang ditolongnya.
Dalam
kehidupan keluarga kita juga harus waspada adanya pemberian yang tidak
berlandaskan kesusilaan. Banyak sekali kita temukan adanya pemberian
yang mempunyai tujuan tersembunyi misalnya untuk merenggangkan tali
silaturahmi. Untuk lebih jelasnya kita ikuti uraian berikut. Seorang
anak atau menantu yang kaya, memberi uang atau fasilitas bagi orang
tuanya untuk menunjukkan bahwa ia lebih mampu berbakti. Yah, karena
orang tua pun seorang manusia, sering hal ini mendatangkan efek yang
dikehendaki misalnya orang tua menjadi jauh dengan anak yang lain.
Dari
uraian di atas hikmah apa yang dapat kita tarik? Memberi yang benar
haruslah mendekatkan baik si pemberi maupun si penerima kearah jalan
suci. Transaksi Qubing dengan Zihan memang dapat mendatangkan faedah
material kepada keduanya, tetapi menjauhkan mereka dari jalan suci.
Kalau saja batu giok itu diterima oleh Zihan maka terbukalah jalan bagi
si Qubing untuk menarik keuntungan secara tidak adil. Fasilitas yang
diberikan kepada si Qubing boleh jadi dipakai untuk menutup rezeki bagi
pihak lain. Ini sama saja dengan seorang anak yang memberi orang tuannya
dengan tujuan merenggangkan hubungan orang tua dari anak yang lainnya.
Etika Menerima
Dr.Handoko
berasal dari Indramayu. Ayahnya berasal dari keluarga sangat berada,
tetapi ibunya seorang pembantu rumah tangga. Sejak berumur 15 tahun,
Atikah, ibunya bekerja pada kakeknya dan ayahnya pada saat itu masih
remaja. Kedekatan ayahnya dengan sang pembantu rumah tangga akhirnya
membuahkan seorang bayi.
Sudah
tentu hubungan kedua remaja ini tidak direstui dan ibu dari Handoko
diusir dari rumah itu. Tetapi memang cinta tidak dapat mengenal asal
usul etnis dan kedudukan sosial. Walau pun ibu Handoko hanya disantuni
satu kali saja, Atikah tetap setia dan tidak mau mencari pria lain.
Ayahnya disingkirkan entah kemana.
Yang
saya tahu sampai akhir hayatnya Handoko itu sajalah anak satu-satunya
dari Atikah. Saya mengenal Handoko karena ia adalah kawan sekelas saya.
Ia dibesarkan oleh ibunya yang setiap pagi berjualan bubur sumsum. Tahun
1963-an pada era ganyang Malaysia terjadi krisis moneter
berkepanjangan, lebih buruk dari krisis moneter tahun 1998-an ini.
Keluarga saya bukanlah yang berkelebihan karena itu terkena dampak
krisis. Inflasi pada waktu itu tak kurang dari 300 persen, harga macam
ragam kebutuhan sandang pangan semua naik, seingat saya yang masih turun
terus hanyalah hujan.
Lauk
pauk yang kami makan dijatah oleh ibu saya. Pindang telur separuh dan
ikan kenaren sepertiga saja. Saya pernah kecewa, marah dan tidak mau
makan.
Siang
itu saya bermain ketempat Handoko yang ternyata sedang makan berdua
dengan ibunya. Saya perhatikan ia hanya makan satu piring nasi dan satu
keping krupuk udang. Kerupuk itu di potong-potong hingga ukurannya
sebesar kuku, satu potong satu suap nasi. Nasi liwet yang masih panas
itu dimakannya dengan nikmat.
Saya
sungguh malu dengan sikap saya ternyata Handoko jauh lebih mampu
mensyukuri nikmat rejeki yang diberikan Tuhan melalui ibunya. Ia
ternyata lebih mengenal etika menerima suatu pemberian.
Ketika
lulus SMA, Handoko tidak dapat meneruskan sekolah kendati ia seorang
bintang pelajar. Ibunya hanya dapat membiayainya kursus montir radio dan
televisi. Tetapi tidak ada tanda-tanda kekecewaan pada dirinya. Ia
menyelesaikan Kursus montir dengan baik, sehingga ia mampu mencari uang
lebih awal dan saya yang langsung masuk ke perguruan tinggi. Dari kerja
sambilan montir ini Handoko dapat membiayai dirinya ke Universitas
Padjajaran. Kini saya menjadi pasiennya karena ia praktek di kota Bogor
dan termasuk dokter yang selalu kebanjiran pasien.
Menerima Sama Pahalanya dengan Memberi
Nabi
Kongzi menerima uang sekolah dari murid-muridnya. Besar kecilnya tidak
di patok, sekerat daging pun jadilah. Mengzi menyarankan agar muridnya
menerima saja pemberian beras dari raja.
Apakah
Nabi Kongzi dan Mengzi demikian memerlukan sekerat daging dan beras
itu? Rasanya tidak. Jadi apa motivasinya? Rupanya mereka ingin mendorong
orang untuk memberi, dan ini berarti mendorong mereka untuk berbuat
amal kebajikan.
Nabi
Kongzi juga mengajarkan mereka etika menerima. Mensyukuri pemberian dan
membantu si pemberi untuk mendekat ke jalan suci. Kelezatan pahala dari
kerja memberi, mendorong si pemberi untuk berbuat amal lebih banyak
pada hari kemudian. Oleh karena itu penting kita memberkati tangan si
pemberi. Dengan berbuat demikian maka si penerima akan berbuat sama
banyak dengan si pemberi. Sehingga si kaya yang memberi dan si miskin
yang menerima keduanya diberkahi. Karena itu si pemberi tidak berhak
menghina si penerima karena mereka saling di untungkan.
Marilah
kita perhatikan kembali prilaku Handoko. Ia menikmati pemberian ibunya
dan ini menyuburkan semangat ibunya untuk bekerja lebih giat hingga
mampu mengiriman anaknya ke kursus montir. Mengapa tindakan Handoko
dapat dinilai sebagai penjabaran laku bakti dari seorang anak pada orang
tuanya? Karena amal ibunya yang mengirimkan anaknya ke kursus montir
dilipatgandakan oleh anaknya dengan kesungguhan belajar hingga berhasil
menjadi seorang dokter.
Tuhan
Yang Maha Mengetahui tentunya akan memperhitungkan andil ibunya dalam
karya ilmiah yang akan dikerjakan Handoko. Kalau saja si Handoko merasa
kecewa karena kemiskinannya sehingga menjadi anak berandalan maka ibunya
tidak akan pernah punya saham dalam karya amal anaknya. Handoko
membalas kebaikan ibunya dengan melipatkangandakan pahala surgawi bagi
ibunya.
Memberi
dengan kasih sayang dan menerima dengan bersyukur itulah yang diajarkan
oleh Nabi Kongzi. Itu sebabnya Nabi Kongzi dengan amat garang mengecam
pemberian kepada orang tua tanpa kasih sayang karena tidak ada bedanya
secara fundamental dengan memberi makan hewan peliharaan.
Kerja Kemanusiaan Hanya Bagi Tian
Seyogyanya
orang yang bergerak dalam pelayanan kemanusiaan melakukan semata-mata
demi Tuhan. Hal ini tidak mudah. Terlalu sering memberi nasihat membuat
dianggap sebagai orang yang bijaksana dan hal ini dapat mengakibatkan
kehilangan kemampuan untuk mendengarkan orang lain, terutama bila isinya
menunjukkan kekurangan pribadi. Kita menjadi takut atas turunnya
reputasi kita sebagai orang yang arif, sehingga kebesaran nama kita
menjadi fokus utama bukannya Jalan Suci. Padahal seorang Nabi saja masih
mau menjadikan salah satu yang dua orang berjalan bersamanya untuk
menjadi guru atasnya (Lun Yu VII : 22)
Kita
harus mewaspadai keterikatan kita pada keuntungan material. Bukan
berarti rejeki yang datang atas kegiatan dalam pengabdian kemanusiaan
wajib ditolak. Tidak, yang tidak layak adalah menjadikan keuntungan
material sebagai sasaran pokok. Kerja dalam bidang ini sepatutnya
dilakukan secara ikhlas. Memberi kepada manusia dan apalagi kepada Tuhan
haruslah tanpa syarat. Jika tidak maka derajatnya akan merosot menjadi
transaksi dagang ala Qubing.
Sumber : http://www.meandconfucius.com/
Sumber : http://www.meandconfucius.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar