Peringatan
Zhong Qiu Jie telah menjadi suatu peristiwa yang menyertai umat
Khonghucu maupun warga Tionghoa di seluruh dunia. Setiap tanggal 15
bulan VIII Imlek adalah saat purnama yang terindah bagi penduduk yang
mendiami daerah subtropis belahan bumi bagian utara. Saat cuaca baik dan
bulan sangat cemerlang, terutama masyarakat pedesaan yang bercocok
tanam dalam suasana riang gembira karena berada di tengah musim panen,
yang mana dihayati sebagai saat-saat yang penuh berkah Tuhan Yang Maha
Esa lewat bumi yang memberi hasil berbagai biji-bijian dan buah-buahan
sebagai bahan pangan, sandang, dan papan. Oleh karenanya dilakukan
sembahyang kepada Fu De Zheng Shen (Malaikat Bumi), suatu sebutan yang
diberikan oleh Nabi Yi Yin pada jaman Dinasti Shang (1766 – 1122 SM).
Untuk saat ini
Zhong Qiu Jie lebih dikenal sebagai perayaan dengan semaraknya kue
bulan dengan berbagai bentuk dan citra rasa. Sesungguhnya sembahyang dan
perayaan Zhong Qiu Jie memiliki makna yang lebih luas dan sejarah
perkembangan yang cukup lama, yang diawali sejak zaman Kaisar Kuning /
Huang Di memerintah (2698 – 2598 SM), yang mana dapat kita telusuri
dalam kidung rohani Tian Bao (Tuhan Melindungi). Dalam sanjak yang
terdapat bait Yue Ci Zheng Shang, Shang adalah salah satu dari empat
sembahyang besar kepada Tuhan Yang Maha Esa yang jatuh pada Dinasti Zhou
(1122 – 255 SM), dirayakan pula Festival Panen Gandum
(Harvest Festival). Sedangkan kue bulan berkaitan dengan perjuangan
Bangsa Han dalam perjuangan melawan Suku Mongolia dalam menggulingkan
Dinasti Yuan, yang dipimpin oleh Jendral Guo Zi Sing, yang gugur dalam
medan perang. Perjuangan diteruskan oleh Chu Yuan Chang (1328 – 1398).
Dalam pertempuran terakhir untuk memberikan perintah rahasia dan
menyatukan komando, digunakan sarana kue kering bulat yang menjadi bekal
pangan kering bagi orang yang berpergian saat itu, di dalamnya
disisipkan petunjuk bagi segenap pejuang di empat penjuru tanah air,
semacam selebaran sehingga luput dari perhatian para tentara Dinasti
Yuan, yang walaupun telah mengadakan pengawasan ketat dan penggeledahan.
Segenap rakyat dan para pejuang yang telah menerima perintah rahasia
tersebut bergerak serentak. Akhirnya berhasil menggulingkan Raja
Mongolia dan Zhu Yuan Zhang mendirikan Dinasti Ming (1368 – 1643). Guna
menyampaikan puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa maka
dipersembahkan kue kering bulat yang belakangan lebih dikenal sebagai
Zhong Qiu Yue Bing / Kue Bulan, yang dari hari ke hari berkembang dalam
bentuk dan citra rasa, terutama disesuaikan dengan keadaan setempat.
Disamping itu rakyat bersuka-ria dengan memasang lampion di
masing-masing rumah, sehingga juga dikenal dengan istilah Festival
Lampion. Pada malam Zhong Qiu Jie banyak orang berlalu-lalang di jalanan
untuk menonton keramaian, selain gemerlapnya sinar lampu lampion
berhias juga berbagai atraksi kesenian, yang mana adalah saat bagi umat
untuk saling berkunjung dan saling bermaaf-maafan antara satu sama lain.
Terutama bagi muda-mudi banyak yang berhias diri dan
berbondong-bondong menuju tempat keramaian. Secara tidak sengaja banyak
diantara mereka yang menemukan jodoh dan menuju jenjang perkawinan yang
bahagia. Maka berkembanglah mitos bahwa saat Zhong Qiu adalah saat yang
tepat guna menemukan perjodohan, karena saat itu muncul Chang’e, Dewi
Bulan yang berwujud gadis belia yang cantik, yang mana menggoda para
pemuda untuk mencari pasangan hidup, dan juga merupakan pemunculan dari
Yue Xia Lao Ren, Dewa Perjodohan yang datang ke bumi untuk merestui dan
mempererat tali perjodohan pasangan muda-mudi. Maka berkembanglah
kebudayaan atau kebiasaan Bao Xiu Qiu, yaitu para gadis yang ingin
mendapatkan jodohnya dengan mempersiapkan bola bersulam indah dan
berdiri di atas loteng. Saat ia memandang ke arah kerumunan pemuda, bila
ada yang berkenan di hatinya maka dilemparkanlah bola sulaman tersebut
kepada pemuda idamannya, bagi pemuda yang beruntung menerima bola
sulaman perjodohan tersebut lalu menghampiri sang gadis. Demikianlah
terjadi tali perjodohan oleh Yue Xia Lao Ren, yang merupakan tradisi
turun-temurun yang oleh kita yang hidup di jaman sekarang terasa aneh
atau tidak masuk akal. Namun ini adalah suatu peristiwa di masa lampau
yang telah jadi tradisi, dan saat ini tak jarang pula banyak yang
mengikutinya, terbukti mereka hidup bahagia sampai beranak-cucu. Maka
saat Zhong Qiu diyakini sebagai saat yang tepat perpaduan unsur Yin dan
Yang yang merupakan perpaduan dua unsur positif dan negatif yang
merupakan kesatuan dan keharmonisan, yang mana pada saat tersebut,
matahari, bumi, dan bulan berada pada kedudukan yang serasi dan
harmonis, sehingga diyakini ada sinar pancaran dan aura Qi yang terbaik,
dengan demikian doa tulus dari orang tua bagi anaknya dipercaya akan
memperoleh berkah dan karunia sehingga memperoleh hasil yang terbaik.
Dalam kehidupan sehari-hari, suami istri dapat mempererat rasa cinta
kasih yang terjalin, mewujudkan keluarga harmonis, sebagai insan hidup
dalam kebajikan mengemban Firman Tuhan.
Jadi pada
hakekatnya, Sembahyang Zhong Qiu dan segenap perayaan yang menyertainya
adalah merupakan ibadah suci umat manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa,
yang merupakan ibadah klasik sejak jaman Kaisar Kuning / Huang Di (2698 –
2598 SM), sebagai kaisar peletak dasar kebudayaan Tionghoa, terus
berlangsung hingga sekarang yang memiliki pesan-pesan dan makna
spiritual yang sakral dan harmonis agar umat manusia dapat hidup tentram
damai mengemban Firman Tuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar