Pada
mulanya di tiongkok kira-kira sebelum tahun 500 SM, sistem kepercayaan
dan peribadatan di tiongkok masih belum tertata. Pada waktu itu terdapat
agama Ru (kamu terpelajar), tetapi hanya diajarkan dikalangan bangsawan
dan raja. Selain agama Ru, ada
juga agama kaum petani (Nong Jiao), yaitu agama / kepercayaan rakyat menyembah dewa-dewa yang dianggap sebagai pengayom rakyat (dewa Matahari, dewa bumi dll. Didalam kehidupan rakyat belum ada tata cara dan peribadatan yang benar.
juga agama kaum petani (Nong Jiao), yaitu agama / kepercayaan rakyat menyembah dewa-dewa yang dianggap sebagai pengayom rakyat (dewa Matahari, dewa bumi dll. Didalam kehidupan rakyat belum ada tata cara dan peribadatan yang benar.
Setelah
Nabi Kongzi (Khong Cu) lahir agama Ru (Agama Kaum Terpelajar) ini di
ajarkan kepada rakyat agar rakyat Tiongkok memiliki sistem dan cara
peribadatan yang benar. Nabi Kongzi juga mulai mengajarkan kepada rakyat
agar percaya kepada Huang Tian, Tuhan Yang Maha Esa yang menguasai dan
mengatur jagad raya. Ajaran menyembah Tuhan YME ini sudah diajarkan oleh
para raja suci purba (Raja Yao (2357 - 2255 SM), Raja Shun (2255 - 2205
SM)), tetapi belum diajarkan secara sistematis kepada rakyat. Nabi
Kongzi mengajarkan kepada rakyat Tiongkok untuk melakukan upacara
sembahyang dengan benar, tidak bersembahyang kepada roh sembarangan yang
bukan semestinya dihormati. Orang boleh bersembahyang kepada roh yang
sudah dikenal sebagai roh manusia yang berjasa besar kepada umat
manusia.
Nabi
Kongzi (Khong Cu) menata struktur kelenteng dengan menambah altar Tian
Gong ( Thi Kong / Tuhan ) untuk bersujud kepada Tuhan Yang Maha Esa
sebagai altar utama. Karena Sebelumnya di kelenteng tidak ada altar
Tuhan atau Tian Gong. Kelenteng itu semula tempat pemujaan para leluhur
yang berjasa kepada masyarakat, roh itu dihormati orang seluruh kota
maka dibuatkan kelenteng. Kemudian orang ke kelenteng menyembahyangi
berbagai roh-roh yang dianggapnya dapat memperbaiki nasib mereka. Makna
bersembahyang itu telah bergeser, dan Nabi Kongzi ingin meluruskan
kembali.
Nabi
Kongzi mengajarkan bahwa bersembahyang di kelenteng itu untuk bersujud
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan menghormati roh orang yang pernah berjasa
besar. Roh-bercahaya atau Sinbing * yang disembahyangi di kelenteng
adalah roh manusia yang pada waktu hidupnya telah berjasa besar kepada
negara dan bangsa. Perbuatan mulia yang pernah dilakukan pada saat masih
hidup itu perlu dicontoh. Misalnya Sinbing Kuan Kong, pada saat
hidupnya terkenal sebagai orang yang jujur, setia, pembela kebenaran,
dan mempelajari buku Chun Qiu karya Nabi Kongzi.BeTian ( Tuhan Yang Maha
Esa ).
Tian
(Chinese: 天; pinyin: Tian; Wade-Giles: t'ien; harfiah "Sky atau surga,
langit, dewa, dewa") adalah salah satu istilah Cina tertua kosmos dan
konsep kunci dalam mitologi Cina, filsafat , dan agama. Selama Dinasti
Shang (abad 17-11 SM) disebut dewa Shangdi (上帝 "tuan atas") atau Di
("Tuanku"), dan selama Dinasti Zhou (11-berabad-abad ke-3 SM) Tian
"surga; tuhan" menjadi identik dengan Shangdi. Surga ibadah, selama
ribuan tahun, kultus ortodoks negara Cina kekaisaran.
Dalam
sistem filosofis Cina dan Konfusianisme Taoisme, Tian sering
diterjemahkan sebagai "Surga" dan disebutkan dalam hubungan dengan aspek
pelengkap DI (地), yang paling sering diterjemahkan sebagai "Bumi".
Kedua aspek kosmologi Taois mewakili sifat dualistik dari Taoisme.
Mereka berpikir untuk menjaga dua kutub ALAM Tiga (三界) realitas, dengan
alam tengah ditempati oleh Kemanusiaan (人 Ren).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar