Memancing
Pada
tepian sebuah sungai, tampak seorang anak kecil sedang
bersenang-senang. Ia bermain air yang bening di sana. Sesekali tangannya
dicelupkan ke dalam sungai yang sejuk. Si anak terlihat sangat
menikmati permainannya.
Selain
asyik bermain, si anak juga sering memerhatikan seorang paman tua yang
hampir setiap hari datang ke sungai untuk memancing. Setiap kali bermain
di sungai, setiap kali pula ia selalu melihat sang paman asyik
mengulurkan pancingnya. Kadang, tangkapannya hanya sedikit. Tetapi,
tidak jarang juga ikan yang didapat banyak jumlahnya.
Suatu
sore, saat sang paman bersiap-siap hendak pulang dengan ikan hasil
tangkapan yang hampir memenuhi keranjangnya, si anak mencoba mendekat.
Ia menyapa sang paman sambil tersenyum senang. Melihat si anak
mendekatinya, sang paman menyapa duluan.
“Hai
Nak, kamu mau ikan? Pilih saja sesukamu dan ambillah beberapa ekor.
Bawa pulang dan minta ibumu untuk memasaknya sebagai lauk makan malam
nanti,” kata si paman ramah.
“Tidak, terima kasih Paman,” jawab si anak.
“Lho,
paman perhatikan, kamu hampir setiap hari bermain di sini sambil
melihat paman memancing. Sekarang ada ikan yang paman tawarkan kepadamu,
kenapa engkau tolak?”
“Saya
senang memerhatikan Paman memancing, karena saya ingin bisa memancing
seperti Paman. Apakah Paman mau mengajari saya bagaimana caranya
memancing?” tanya si anak penuh harap.
“Wah
wah wah. Ternyata kamu anak yang pintar. Dengan belajar memancing
engkau bisa mendapatkan ikan sebanyak yang kamu mau di sungai ini.
Baiklah. Karena kamu tidak mau ikannya, paman beri kamu alat pancing
ini. Besok kita mulai pelajaran memancingnya, ya?”
Keesokan
harinya, si bocah dengan bersemangat kembali ke tepi sungai untuk
belajar memancing bersama sang paman. Mereka memasang umpan, melempar
tali kail ke sungai, menunggu dengan sabar, dan hup… kail pun tenggelam
ke sungai dengan umpan yang menarik ikan-ikan untuk memakannya. Sesaat,
umpan terlihat bergoyang-goyang didekati kerumunan ikan. Saat itulah,
ketika ada ikan yang memakan umpan, sang paman dan anak tadi segera
bergegas menarik tongkat kail dengan ikan hasil tangkapan
berada diujungnya.
Begitu
seterusnya. Setiap kali berhasil menarik ikan, mereka kemudian
melemparkan kembali kail yang telah diberi umpan. Memasangnya kembali,
melemparkan ke sungai, menunggu dimakan ikan, melepaskan mata kail dari
mulut ikan, hingga sore hari tiba.
Ketika
menjelang pulang, si anak yang menikmati hari memancingnya bersama sang
paman bertanya, “Paman, belajar memancing ikan hanya begini saja atau
masih ada jurus yang lain?”
Mendengar
pertanyaan tersebut, sang paman tersenyum bijak. “Benar anakku,
kegiatan memancing ya hanya begini saja. Yang perlu kamu latih adalah
kesabaran dan ketekunan menjalaninya. Kemudian fokus pada tujuan dan
konsentrasilah pada apa yang sedang kamu kerjakan. Belajar memancing
sama dengan belajar di kehidupan ini, setiap hari mengulang hal yang
sama. Tetapi tentunya yang diulang harus hal-hal yang baik. Sabar,
tekun, fokus pada tujuan dan konsentrasi pada apa yang sedang kamu
kerjakan, maka apa yang menjadi tujuanmu bisa tercapai.”
Sama
seperti dalam kehidupan ini, sebenarnya untuk meraih kesuksesan kita
tidak membutuhkan teori-teori yang rumit, semua sederhana saja,
Sepanjang kita tahu apa yang kita mau, dan kemudian mampu memaksimalkan
potensi yang kita miliki sebagai modal, terutama dengan menggali
kelebihan dan mengasah bakat kita, maka kita akan bisa mencapai apa yang
kita impikan dan cita-citakan. Apalagi, jika semua hal tersebut kita
kerjakan dengan senang hati dan penuh kesungguhan.
Dengan
mampu mematangkan kelebihan-kelebihan kita secara konsisten, maka
sebenarnya kita sedang memupuk diri kita untuk menjadi ahli di bidang
yang kita kuasai. Sehingga, dengan profesionalisme yang kita miliki, apa
yang kita perjuangkan pasti akan membuahkan hasil yang paling
memuaskan.
Nabi bersabda, "Di dalam belajar hendaklah seperti engkau tidak dapat mengejar dan khawatir seperti engkau akan kehilangan pula."
(Sabda Suci VIII : 17)
Nabi bersabda, "Belajar dan selalu dilatih, tidakkah itu menyenangkan?"Kawan-kawan datang dari tempat jauh, tidakkah itu membahagiakan?"Sekalipun orang tidak mau tahu, tidak menyesali; bukankah ini sikap seorang Kuncu?" (Sabda Suci I : 1)
sumber : http://www.meandconfucius.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar